Tuesday, February 15

Tari Kuda Lumping

Kebudayaan Indonesia yang telah ada sejak zaman dahulu kala bukan hanya dari sudut pandang kebudayaannya, tetapi juga dari sisi medis, psikologi, dan masalah sosial yang tampak.

Kuda Lumping adalah kesenian rakyat Jawa. Akhir-akhir ini kebudayaan Kuda Lumping kembali terdengar namanya di kalangan masyarakat sejak beberapa waktu lalu diakui oleh masyarakat Johor, Malaysia sebagai miliknya selain kesenian Reog Ponorogo.

Menurut sejarah, kesenian Kuda Lumping lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Di samping, juga sebagai media menghadirkan hiburan yang murah-meriah namun fenomenal kepada rakyat banyak.

Kuda Lumping adalah kesenian tari yang menggunakan kuda bohong-bohongan terbuat dari anyaman bambu serta diiringi oleh musik gamelan seperti: gong, kenong, kendang, dan slompret mampu membuat para penonton terkesima oleh setiap atraksi-atraksi penunggang (penari) Kuda Lumping. Hebatnya, penari Kuda Lumping tradisional yang asli umumnya diperankan oleh anak putri yang berpakaian lelaki bak prajurit kerajaan. Saat ini, pemain kuda lumping lebih banyak dilakoni oleh anak lelaki. Bunyi sebuah pecutan (cambuk) besar yang sengaja dikenakan para pemain kesenian ini, menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si pemain. Dengan menaiki kuda dari anyaman bambu tersebut, penunggang kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan ini pun mulai berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari Kuda Lumping pun melakukan atraksi lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa dengan giginya. Beling (kaca) yang dimakan adalah bohlam lampu yang biasa sebagai penerang rumah. Lahapnya ia memakan beling seperti layaknya orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantap beling-beling tersebut.

Jika dilihat dari keseluruhan permainan Kuda Lumping, bunyi pecutan yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan. Agaknya, setiap pecutan yang dilakukan oleh si penunggang terhadap dirinya sendiri, yang mengenai kaki atau bagian tubuhnya yang lain, akan memberikan efek magis. Artinya, ketika lecutan anyaman rotan panjang diayunkan dan mengenai kaki dan tubuhnya, si penari kuda lumping akan merasa semakin kuat, semakin perkasa, semakin digdaya. Umumnya, dalam kondisi itu, ia akan semakin liar dan kuasa melakukan hal-hal muskil dan tidak masuk diakal sehat manusia normal.

Semburan api yang keluar dari mulut para pemain lainnya diawali dengan menampung bensin di dalam mulut mereka lalu disemburkan pada sebuah api yang menyala pada setangkai besi kecil yang ujungnya dibuat sedemikian rupa agar api tidak mati sebelum dan sesudah bensin itu disemburkan dari mulutnya. Pada permainan Kuda Lumping, makna lain yang terkandung adalah warna. Adapun warna yang sangat dominan pada permaian ini yaitu; merah, putih dan hitam. Warna merah melambangkan sebuah keberanian serta semangat. Warna putih melambangkan kesucian yang ada didalam hati juga pikiran yang dapat mereflesikan semua panca indera sehingga dapat dijadikan sebagai panutan warna hitam.

Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya, tarian kuda lumping dilakukan di bawah pengawasan seorang ”pimpinan supranatural”. Biasanya, pimpinan ini adalah seorang yang memiliki ilmu gaib yang tinggi yang dapat mengembalikan sang penari kembali ke kesadaran seperti sedia kala. Dia juga bertanggung jawab terhadap jalannya atraksi, serta menyembuhkan sakit yang dialami oleh pemain Kuda Lumping jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan sakit atau luka pada si penari. Namun, jika dilihat dari sudut pandang psikologi, orang yang melakukan proses seperti di atas dikenal dengan sebutan medium. Orang tersebut hanya menjadi sarana dari sesosok jiwa yang lain, dalam menyampaikan sesuatu (jiwa yang lain itu sering dianggap arwah, yakni jiwa orang yang sudah meninggal). Terkait dengan medium adalah kondisi trans, yakni keadaan di mana seseorang mengalami disosiasi dan kehilangan kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya serta melakukan berbagai gerak otomatis. Dalam kasus di atas, terjadi pada pemain yang dirasuki arwah.

Namun, perlu disadari benda-benda tajam yang masuk ke dalam rongga pencernaan bisa menimbulkan luka yang dalam istilah medis dikenal dengan istilah trauma tembus abdomen. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen. Bila perforasi terjadi di bagian atas, misalnya di daerah lambung, maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon, mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

Masalah sosial yang harus kita waspadai bahwa Indonesia masih terus dijajah hingga sekarang dengan masuknya kebudayaan asing yang mencoba menyingkirkan kebudayaan-kebudayaan lokal. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kewajiban mengembalikan kebudayaan yang sejak dahulu ada dan jangan sampai punah ditelan zaman modern ini. Pemerintah dan masyarakat diharapkan agar secara terus-menerus menelusuri kembali kebudayaan apa yang hingga saat ini hampir tidak terdengar lagi, untuk kemudian dikembangkan dan dilestarikan kembali nilai-nilai kebudayaan Indonesia.


sumber: Kuda Lumping